Jumat, 18 Desember 2009

problem pendidikan diindonesia

1. Problem Pendidikan Islam Di Indonesia

Sesungguhnya dewasa ini di tengah-tengah masyarakat sedang berlangsung berbagai krisis multidimensional dalam segalah aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kedzaliman, penindasan, ketidak adilan di segala bidang, kemosrotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat.
Dalam keyakinan islam, berbagai krisis tadi merupakan fasad (kerusakan) yang timbul oleh kerusakan manusia sendiri. Allah berfirman:
        ••       
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.(Qs.Arrum: 41)
Semetara itu sistem pendidikan yang matrealistik terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh sekaligus menguasai iptek. Mengapa di sebut sebagai pendidikan yang matrealistik,karena suatu basis pemikiran yang terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non materi, bahwa hasil pendidikan harus bisa mengembalikan investasi yang telah di tanam oleh orang tua siswa. Pengebalian itu harus berupa gelar sarjana, jabatan, kekayaan atau apapun yang dengan nilai materi .
Agama di tempatkan pada posisi yang amat individual. Nilai transendental dirasa tidak perlu atau tidak patut di jadikan sebagai standart penilaian proses pendidikan. Tepatnya telah di ganti oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.
Pendidikan sering membuat rencana-rencana pendidikan yang sangat mempesona dengan berbagai kemajuan. Mereka sering melupakan fungsi pendidikan itu sendiri. Tadi kita telah sebutkan bahwa pendidikan dalam arti kata sebenar-benarnya dapat berlaku melalui tiga proses: pengajaran, latihan, dan indoktrinasi. Sistem pendidika sekarang ini sebenarnya lebih banyak menumpukan perhatian pada pengajaran dan latihan dan sedikit sekali memberi perhatian bagaimana lembaga pendidikan harus dibuat supaya membentuk sikap peserta didik agar mempunyai akhlaq yang menjadi dasar .
Secara formal kelembagaan pendidikan ini telah dimulai sejak adanya dua kurikulum pendidikan keluaran dua departeman yang berbeda yakni:depag dan depdikbud. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (IPTEK) adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai, sehingga sama sekali tidak tersentuh oleh standart nilai agama. Kalaupun ada hanyalah etik (etnic) yang tidak bersandar pada nilai agama. Sementara pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius.
Kagagalan membentuk manusia sesuai dengan visi dan misi penciptaanya merupakan indikator utama kelemahan paradigmatik dari sistem pendidikan yang ada. hal ini berpangkal pada dua hal utama, yakni:
Pertama: paradigma pendidikan yang salah. Dalam sistem pendidikan skuleristik, asas atau nilai dasar dari penyelenggaraan pendidikan adalah juga skuleristik. Sehingga tidak dapat di hindari jika tujuan pendidikanya pun adalah juga buah dari paham skuleristik tadi, yakni hanya membentuk manusia –manusia yang berpaham matrealistik dan individualistik.
Kedua: kelamahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yaitu (1)kelemahan pada lembaga pendidikan yang tercermin dari kacaunya kurikulum, serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah sesuai kehendak islam, (2)faktor keluarga yang tidak mendukung, dan (3)faktor masyarakat yang tidak kondusif.
Kacaunya kurikulun berawal dari asasnya yang sekuler, kemudian mempengeruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya kepada proses penguasaan tsaqofah islam dan pembentukan kepribadian islam. Tidak berfungsinya guru dan rusaknya proses belajar mengajar tanpak dari peran guru yang sekedar berfungsi sebagai pengajar dalam proses mentransfer ilmu pengetahuan (tranfer of knowledg), tidak lagi sebagai pendidik yang berfungsi mentransper ilmu pengetahuan, nilai dan kepribadian (transfer of values and personality), karena memang kepribadian guru tidak lagi pantas diteladani. Lingkungan fisik sekolah yang tidak tertata dan terkondisi secara Islami (ditambah dengan minimnya sarana pendukung, seperti masjid/mushola) telah menumbuhkan budaya yang tidak memacu pada proses pembentukan kepribadian siswa. Akumulasi berbagai kelemahan itu menyebabkan tidak optimalnya pencapaian tujuan pendidikan yang diidealkan.
Begitu pula lemahnya unsur keluarga, terlihat dari lalainya orang tua untuk secara sungguh-sungguh menanamkan nilai-nilai dasar keislaman secara memadai kepada anaknya. Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan dari orang tua dalam hidup keseharian terhadap anak-anaknya, makin memperarah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan.
Lemahnya unsur keluarga dan masyarakat ini akhirnya lebih banyak menginjeksi beragam pengaruh negatif pada peserta didik. Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh negatif pada pribadi peserta didik.
2. solusi terhadap pendidikan indonesia

perlu kita ketahui bahwa islam adalah agama yang sempurna, bukan hanya mengatur hal yang bersifat ritual saja, tetapi juga mengatur segala aspek kehidupan. Baik politik, budaya, sosial, begitu juga dengan pendidikan. Islam is only solution. setiap permasalahan Islammempunyai solusinya.
Karena itu pula secara paradigmatis penyelesaian problem pendidikan secara islami hanya dapat di wujudkan dengan melakukan perbaikan menyeluruh melalui perubahan paradigma pendidikan skuler menjadi paradikma islam. Sementara pada tataran derivatnya kelemahan tiga faktor diatas di selesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan islam.
Pendidikan islam terlahir dari sebuah paradigma-menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai kerangka berfikir –islam berupa pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan dunia,sebelum dunia dan kehidupan setelahnya serta kaitan(hubungan) antara kehidupan dunia dengan kehidupan sebelum dan sesudahnya sebagaimana telah di jelaskan dimuka.
Paradigma pendidikan islam tidak bisa dipisahkan dari paradigma islam,karena paradigma islam berpangkal, dan memang harus berpangkal pada paradigma itu sendiri. Paradigma islam merupakan sumber dari paradigma pendidikan islam. Maka, mustahil membangun paradigma pendidikan islam tanpa memperhatikan paradigma islam terutama menyangkut hakikat hidup manusia. Pemahaman tentang hakikat manusia sebagaimana diatas menjadi landasan dalam menyusun arah pendidikan islam. Hakikat hidup manusia sebagai hamba Allah SWT. Maka, pendidikan harus diarahkan untuk membentuk kepribadian islam yang tangguh, yaitu manusia yang memahami hakikat hidupnya dan mampu mewujudkanya dalam kehidupanya.
Dalam misinya sebagai khalifatullah, manusia berperan memakmurkan bumi. Dengan berbekal syariat Allah manusia dapat diharapkan dapat menata kehidupan manusia dengan benar sesuai dengan kehendak Allah, serta dengan penguasaan sains dan teknologi, manusia diharapkan dapat mengambil mangfaat sebaik-baiknya dari sumberdaya alam yang ada. Karenanya, islam disamping untuk membentuk kepribadian islam, juga harus diarahkan untuk membekali pemahaman terhadap tsaqofah islam dan penguasaan sains dan teknologi yang mumpuni.
Jadi, pendidikan dalam pandangan islam harus merupakan upaya sadar dan terstruktur serta sistematis untuk mengsukseskan misi penciptaan manusia sebagai Abdullah dan khalifah Allah di muka bumi.
Staqafah merupakan pembentuk kepribadian individu-individu umat. Staqafahlah yang membentuk aqliyah (pola pikir) seorang individu dan metode penetapan hukum atas suatu benda, perkataan dan perbuatan. Tsaqafah juga membentuk kecendrungan seorang individu, yang selanjutnya akan mepengaruhi pola pikir, jiwa dan perilakunya. Karena itu pengajaran dan penyebaran tsaqafah pada anak didik termasuk tanggung jawab yang utama. Tidak heran jika pada masa dulu Uni soviet ‘menyusui anak-anaknya dengan tsaqafah komunis, dan mencegah penetrasi pemikiran apapun dari kapitalisme atau islam kedalam tsaqafahnya .
3. Kebijakan pendidikan islam adalah sebagai berikut:
1. asas pendidikan format adalah akidah islam. Seluruh mata pelajaran dan metode pengajaran harus berdasarkan akidah islam.
2. kebijakan pendidikan adalah pembentukan sistem berfikir dan kejiwaan islami pada anak didik.
3. tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian islami serta membekali anak didik dengan sejumlah ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan urusan hidup.
4. dalam pendidikan, ilmu eksperimental berserta derivatnya harus dibedakan dengan pengetahuan yang berhubungan dengan tsaqafah. Ilmu-ilmu eksperimental diajarkan tanpa terikat dengan jenjang-jenjang pendidikan yang disajikan sesuai dengan kebutuhan.
5. pendidikan staqafah islam harus disajikan disetiap jenjang pendidikan. Adapun cabang-cabang tsaqafah islam beserta ragamnya disajikan pada jenjang pendidikan tinggi.ilmu-ilmu kedokteran, teknik, dan lain sebagainya juga disajikan pada janjang pendidikan tinggi.
6. ilmu sains dan teknologi yang terkatagori dalam ilmu yang bebas nilai (free of value) boleh diambila tanpa adanya persyaratan apapun. Yang berkaitan dengan tsaqafah atau pandangan hidup tertentu tidak bpleh diambil jika bertentangan dengan islam, seperti melukis dan membuat patung makhluk yang bernyawa.
7. kurikulum pendidikan harus tunggal. Tidak diperkenankan ada kurikulum lain selain kurikulum negara. Lembaga pendidikan swasta boleh berdiri selama kurikulum pendidikanya terikat dengan kurikulum negara dan berdiri atas asas kebijakan umum pendidikan negara .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar